Hi, hallo semuannya .. Salam
Semoga Allah Swt melimpahkan
rahmat, maghfirah dan inayah-Nya kepada kita semua.. aamiin.
Purnama tersenyum indah
Dan bintang-bintang bertepuk tangan
Jadi, apa alasannya hingga
Kesedihan dapat membunuh dan mencekik kita
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang
baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sungguh menakjubkan seluruh
urusan kaum mukminin, sesungguhnya segala urusan pasti berakibat baik bagi
mereka.” (Hadits)
Terlalu banyak bercanda dapat mengeraskan
hati.
"Jauhilah oleh kalian banyak
tertawa, karena banyak tertawa dapat mematikan hati dan menghilangkan cahaya
wajah" (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Bagaimana dengan kita, saya, juga
teman saya ? senyum itu ibadah, tertawa itu sehat, bercanda itu manusiawi,
namun, sebagai Agama yang sempurna, Islam telah mengaturnya sedemikian rupa,
Rosulullah sebagai manusia, pernah juga bercanda, namun ada batasnya.
Aku mencluster manusia dengan
klasifikasi sebagai berikut : Orang yang suka bergibah, orang yang senang
berdiskusi dengan ilmu, orang yang suka berdebat kusir, orang yang pasif (hanya
menjadi pendengar yang hanya mendengerkan tanpa inisiatif merespon pembicaraan).
Berbicara tentang perkataan maka
terkadang erat kaitannya dengan salah faham atau pun dapat menyulut sebuah permasalahan.
Ada masalah yang dapat
diselesaikan dengan sikap diam.
·
Tidak perlu menceritakan masalahmu pada orang
yang tidak dapat memberimu solusi. Keep it only for urself. Ceritakan pada
Allah karena Allah yang akan mengatur semuanya.
Ada pula masalah yang sebaiknya
di diskusikan (musyawarah) untuk mencapai suatu mufakat.
·
Hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak
(he2 udah kek uud pasal 33 ayat 1 yaa) sebaiknya di diskusikan pada
manusia-manusia yang bersangkutan. Mengambil keputusan dalam hal ini juga bukan
berarti menurut suara terbanyak, karena cara ini bisa saja menimbulkan
manipulasi kesimpulan. So, bicarakan dengan baik dan mencoba untuk berfikir
jernih dalam mencari solusi berdasarkan referensi-referensi yang ada sehingga
tidak ada manusia yang merasa dirugikan/ tersakiti.
Tabayyun sebelum mengambil
kesimpulan.
·
Tidak perlu membuat kesimpulan sendiri atas
hal-hal yang dikerjakan oleh orang lain. Bertanyalah pada yang bersangkutan
sebelum menjadikannya contoh perbuatan baik/buruk terhadap orang lain di sebuah
forum misalnya, karena jika kamu mengambil kesimpulan sendiri atas hal yang
dikerjakan oleh orang lain bisa jadi kamu mendzolimi orang lain atau mungkin
juga diri kamu sendiri.
“Tahukah
kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih
tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang
membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila
pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka
beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan
kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai
dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat
buhtan).” (HR. Muslim. 4/2001. Dinukil dari Nashihatii lin Nisaa’, hal. 26)
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena
sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain.
Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Hujuuraat: 12)
Ghibah yang dibolehkan ini ada enam sebab:
- Mengadukan
kezaliman orang kepada hakim, raja atau siapa saja yang mempunyai wewenang
dan kemampuan untuk menolongnya. Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan
menganiaya saya dengan cara demikian.”
- Meminta bantuan
orang demi mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat agar
kembali kepada kebenaran. Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan telah
melakukan demikian maka cegahlah dia dari perbuatan itu!” atau
ungkapan semisalnya. Tujuan dibalik pengaduan itu adalah demi
menghilangkan kemungkaran, kalau dia tidak bermaksud demikian maka
hukumnya tetap haram.
- Meminta
fatwa. Seperti dengan mengatakan kepada seorang mufti (ahli fatwa): “Ayahku
menganiayaku.” atau “Saudaraku telah menzalimiku.” Atau “Suamiku
telah menzalimiku.” Meskipun tindakan yang lebih baik dan berhati-hati
ialah dengan mengatakan: “Bagaimana pendapat anda terhadap orang yang
melakukan perbuatan demikian dan demikian (tanpa menyebut namanya)?”
- Memperingatkan
kaum muslimin dari kejelekan sebagian orang dan dalam rangka menasihati
mereka. Seperti mencela para periwayat hadits dan saksi, hal ini
diperbolehkan berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, bahkan hukumnya wajib
karena kebutuhan umat terhadapnya.
- Menyebutkan
kejelekan pelaku maksiat yang berterang-terangan dalam melakukan dosa atau
bid’ahnya, seperti orang yang meminum khamr di depan khalayak, merampas
harta secara paksa dan sebagainya, dengan syarat kejelekan yang disebutkan
adalah yang terkait dengan kemaksiatannya tersebut dan bukan yang lainnya.
- Untuk
memperkenalkan jati diri orang. Seperti contohnya apabila ada orang yang
lebih populer dengan julukan Al-A’raj (yang pincang), Al-Ashamm (yang
tuli), Al-A’ma (yang buta) dan lain sebagainya. Akan tetapi hal ini
diharamkan apabila diucapkan dalam konteks penghinaan atau melecehkan.
Seandainya ada ungkapan lain yang bisa dipakai untuk memperkenalkannya
maka itulah yang lebih utama (lihat Riyadhush Shalihin, dicetak
bersama Syarah Syaikh Utsaimin, 4/98-99. penerbit Darul Bashirah)
Focus pada diri sendiri lebih
baik daripada sibuk mengurus urusan orang lain. Terkecuali jika teman meminta
bantuan atau dalam rangka “amar ma’ruf nahi munkar”. Menasehati pun ada
adabnya, tidak memalukan orang lain yang di nasehati tentunya.
Seorang ibu yang anaknya jatuh
dari tempat yang tinggi, jangan menghabiskan waktunya dengan meratap dan
berteriak, tapi hendaklah dia segera membalut lukanya.
Masuklah ke dalam taman ilmu
pengetahuan .. “Dan barang siapa yang bertaqwa
kepada Allah niscaya Allah, menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (at
thalaq 65 :4)
Referensi :
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/ghibah-atau-nasihat.html
http://mieftintegral.blogspot.com/2011/11/banyak-tertawa-dapat-mematikan-hati.html
Tips menjadi wanita paling
bahagia di dunia, DR. Aidh bin Abdullah al Qarni MA
Semoga dapat bermanfaat, juga
sebagai ingatan diri sendiri maupun yang membacanya untuk meraih kebaikan dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
@diri yang dhoif